WELCOME TO TOKO INFO SEMOGA BISA BERGUNA BAGI ANDA YANG TERHORMAT MOHON MAAF KARENA KESIBUKAN ADMIN TOKO INFO JARANG DI UPDATE

Halaman

Great Browser

Mahasiswa Tua, Benarkah Eksistensinya?
Di dunia perguruan tinggi, para pelajarnya biasa disebut dengan istilah mahasiswa. Ya, di masa inilah seseorang dianggap telah mencapai masa puncak sebagai siswa dengan segala tanggung jawab dan amanah yang diembannya sebelum benar-benar terjun ke masyarakat. Memang alasan yang mungkin sederhana jika melihat hirarki jenjang pendidikan yang ada, namun sebenarnya dibalik makna tersebut. Banyak kalangan menyebut beberapa tugas pokok mahasiswa yang ada di pundak setiap individu yang menjadi bagian dari civitas akademika dari sebuah perguruan tinggi. Tugas tersebut diantaranya adalah agen perubahan (agent of change), agen kontrol sosial (agent of social control), dan iron stock dimana mahasiswa diharapkan menjadi sebuah karakter yang tangguh yang meneruskan tongkat estafet kepemimpinan dalam bermasyarakat.
Namun, pembahasan kali ini bukanlah bagaimana peran tersebut harus dijalankan oleh mahasiswa itu yang seakan telah menjadi klise di masyarakat. Hal lain yang menarik adalah tentang eksistensi mahasiswa itu sendiri dalam kaitannya berproses menyelesaikan studinya itu. Yap, bukan lagi hal yang asing di telinga mahasiswa suatu istilah “mahasiswa tua”. Istilah tersebut acap kali diucapkan ketika seorang mahasiswa biasanya bertemu dengan kakak tingkat atau seniornya di organisasi dan menanyakan angkatannya.
Mahasiswa baru: ...., btw semester berapa sekarang?
Mahasiswa A        : lagi semester 7 nih, moga aja skripsi bisa lancar.
MB                       : hmm,,semester tua ya kak?
A                           : Ya begitulah, tapi belum tua amat kok. Lihat tuh kak B yang udah semester 9 karena asyik main-main.
Nah, dari contoh di atas menggambarkan situasi yang sering terjadi bagaimana seorang mahasiswa baru bahkan tidak sadar dan mungkin beberapa kasus tidak tahu alasannya sendiri kenapa menyebut kakak tingkatnya sebagai mahasiswa tua. Ya, mungkin di satu sisi dia melihat bahwa idealnya untuk jenjang Sarjana ada 8 semester untuk lulus sehingga ketika sudah di menjelang selesai dianggap tua, hal yang mungkin tidak terlalu aneh jika rasionalisasi analogisnya diambil dari bagaimana kehidupan berjalan. Namun, bukan hanya kalangan mahasiswa yang menggunakan istilah tersebut, dosen pun juga tak jarang yang menggunakannya. Well, biasanya sih kalau dilihat dari konteksnya, tujuannya adalah memotivasi mahasiswa itu agar cepat menyelesaikan studinya dan lulus dan berjuang di masyarakat yang sesungguhnya.
Tapi, saya pribadi kurang sependapat dengan penggunaan istilah tersebut. Hal ini mengacu pada hal dasar yang mendasar paradigma penggunaan istilah tersebut. Seperti contoh di atas, hal tersebut terbukti mempengaruhi stigma orang lain. Bagi saya, terlepas dari dampak positif tujuan penggunaannya, hal itu kurang representatif jika digunakan untuk menyebut mahasiswa seperti dideskripsikan di atas. Menurut perspektif pribadi saya, sebutan yang paling cocok adalah mahasiswa dewasa. Ya, bukan karena makna mengarah ke kedewasaan personal, namun dewasa di sini mengacu ke keadaan dimana individu telah matang dengan pengalaman yang didapatnya selama berproses mengembangkan diri baik keilmuan maupun softskill. Sehingga, diharapkan pada fase ini mahasiswa telah benar-benar siap menggunakan kematangannya untuk menyelesaikan studinya ataupun tetap berkarya sesuai bakat dan minatnya. Hal ini juga berbeda dengan kata “tua” yang identik dengan hal yang sudah habis masanya dimana cenderung habis masa produktifnya, dewasa menunjukkan bagaimana dengan kematangan yang ada, seseorang dapat menjadi sangat produktif dan menghasilkan karya yang berkualitas.
So, mulailah untuk merubah paradigma yang ada dari mahasiswa “tua” menjadi mahasiswa “dewasa”. Untuk lebih memastikan hal tersebut agar bukan hanya sekedar sebutan “ompong”, maka bagi mahasiswa pada fase tersebut, berkaryalah ! hanya itulah yang bisa membuktikannya karena hanya dengan buktilah paradigma itu dapat digeser dan diharapkan mengembalikan stigma masyarakat. Tidaklah benar eksistensi mahasiswa “tua” itu sebagai seorang civitas akademika, tapi yang benar dan nyata gerakan dan keberadaannya adalah mahasiswa “dewasa” Tiada waktu tanpa berkarya ! Hidup Mahasiswa !!!

0 komentar:

Posting Komentar